Kamis, 17 Desember 2015

VANDALISME, Sebuah Budaya?




Turun dari pesawat, saya langsung keluar dan mengambil karcis taksi. Keluar dari bandara El-Tari Kupang, sekilas  pemandangan nampak indah, pohon-pohon rindang menaungi jalanan dari teriknya matahari, warna merah jingga Bunga Flamboyan menambah keindahan, serasa menikmati indahnya bunga sakura di Jepang. Tak berselang lama tibalah saya di hotel, saya segera menyimpan tas dan berganti pakaian, tak sabar ingin segera menikmati keindahan Kota Kupang dan sedikit membuat kenangan dengan berfoto-foto di bawah Pohon Flamboyan. 
Tanpa berlama-lama, saya-pun keluar dari hotel,  Taman Nostalgia menjadi tujuan pertama. Sesampainya di tempat, sejenak mata memandangi indahnya mekar bunga jingga disekitarnya, indah dan teduh itulah rasa yang muncul dalam hati ini. Puas menikmati indahnya Bunga Flamboyan, saya kemudian masuk ke taman. Kontras!!! Pemandangan yang  saya saksikan, berbanding terbalik dengan keindahan Bunga Flamboyan yang baru saja saya saksikan di pinggir jalan. Coretan-coretan sembarangan yang ingin mencoba menunjukkan eksistensi tetapi tidak pada tempatnya, telah menghancurkan nilai estetika. Kegaguman-pun seketika  lenyap berganti dengan rasa kesal.
Tak ingin terlarut dalam kekesalan, saya pun meninggalkan Taman Nostalgia dan melanjutkan perjalanan  berkeliling kota kupang, berharap coretan-coretan liar itu hanya berada di satu tempat saja. Astaga, ternyata yang saya saksikan lebih mengerikan, coretan-coretan itu ternyata ada di semua sudut Kota Kupang, lebih mengerikan lagi bukan hanya coretan-coretan saja, tempelan-tempelan mulai dari ukuran kecil sampai besar, nampak pula spanduk dan baliho milik partai politik, pemerintah maupun swasta melengkapi semrawutnya pemandangan sepanjang jalan Kota Kupang. Saya pun teringat pada satu kasus yang terjadi di Jepang, yaitu adanya “kreatifitas” membuat graffiti pada dua buah batu di Gunung Fuji yang dilakukan oleh seorang Warga Negara Indonesia. Masalah tersebut menjadi perhatian serius Pemerintah Jepang, terbukti dengan adanya protes atas perbuatan itu. Bahkan Pemerintah Jepang dengan tegas, memerintahkan pengelola untuk  menghapus coretan tersebut tanpa merusak batu.
Masyarakat vandal, mungkin kata ini menjadi sebuah representasi dalam mengungkapkan kritik saya terhadap keadaan di kota ini. Menurut  Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), vandalisme adalah  perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya); kata Vandal muncul sebagai sebutan terhadap bangsa yang mempunyai kebiasaan merusak pada zaman romawi kuno. Muncul sebuah pertanyaan, apakah vandalisme ini menjadi suatu hal yang lumrah atau bahkan menjadi sebuah budaya di sini?. Pertanyaan ini muncul, mengingat begitu brutal dan banyaknya hasil perbuatan vandal ini.
Vandalisme ini menjadi kontradiktif dengan program pemerintah yang salah satunya adalah peningkatan sektor pariwisata, yang mana dalam sektor pariwisata, tentu yang menjadi unggulan adalah keindahan bukan kesemrawutan. Maka dari itu, Pemerintah dengan instrumennya harus mampu menghentikan dan membenahi kesemrawutan yang terjadi dengan beberapa pendekatan diantaranya :
Pertama, memberikan papan khusus serba guna di tempat (fasilitas umum) yang dapat digunakan untuk mencorat-coret, memasang iklan-iklan, menyampaikan program-progam dan sebagainya, tanpa harus mengganggu keindahan tempat disekitarnya. Hal ini diharapkan mampu untuk dapat melokalisir adanya coretan ditempat-tempat yang tidak seharusnya, ataupun pemasangan spanduk/ baliho/iklan di jalan-jalan, yang dapat mengganggu estetika pemandangan.
Kedua, pengawasan dan sikap tegas pemerintah sebagai upaya untuk menunjukkan keseriusan dalam rangka menghilangkan vandalism ini tentu diperlukan.  Terhadap oknum yang melakukan perbuatan vandalisme harus diberikan sanksi tegas, yang dapat memberikan pembelajaran sekaligus efek jera.
Ketiga, pemerintah harus mampu menjadi teladan kepada masyarakat dengan menentukan dan menata secara baik lokasi yang dapat digunakan untuk memasang spanduk atau baliho yang memuat program kerja, pengumuman, ataupun ucapan-ucapan selamat/ terima kasih (tidak asal pasang di pohon-pohon atau di sepanjang jalan dengan alasan strategis dan mudah dibaca.)    
Apabila ketiga langkah ini dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten, maka saya dapat membayangkan Kota Kupang yang sangat indah, tidak ada lagi coretan-coretan liar dan tempelan di pohon-pohon, fasilitas umum bersih dan memadai, mungkin wisatawan pun akan mulai berdatangan, sehingga dapat sedikit menggeliatkan ekonomi masyarakat.    


    

Entri Populer