Turun
dari pesawat, saya langsung keluar dan mengambil karcis taksi. Keluar dari
bandara El-Tari Kupang, sekilas pemandangan
nampak indah, pohon-pohon rindang menaungi jalanan dari teriknya matahari,
warna merah jingga Bunga Flamboyan menambah keindahan, serasa menikmati
indahnya bunga sakura di Jepang. Tak berselang lama tibalah saya di hotel, saya
segera menyimpan tas dan berganti pakaian, tak sabar ingin segera menikmati
keindahan Kota Kupang dan sedikit membuat kenangan dengan berfoto-foto di bawah
Pohon Flamboyan.
Tanpa
berlama-lama, saya-pun keluar dari hotel,
Taman Nostalgia menjadi tujuan pertama. Sesampainya di tempat, sejenak mata
memandangi indahnya mekar bunga jingga disekitarnya, indah dan teduh itulah
rasa yang muncul dalam hati ini. Puas menikmati indahnya Bunga Flamboyan, saya
kemudian masuk ke taman. Kontras!!! Pemandangan yang saya saksikan, berbanding terbalik dengan keindahan
Bunga Flamboyan yang baru saja saya saksikan di pinggir jalan. Coretan-coretan sembarangan
yang ingin mencoba menunjukkan eksistensi tetapi tidak pada tempatnya, telah
menghancurkan nilai estetika. Kegaguman-pun seketika lenyap berganti dengan rasa kesal.
Tak
ingin terlarut dalam kekesalan, saya pun meninggalkan Taman Nostalgia dan melanjutkan
perjalanan berkeliling kota kupang, berharap
coretan-coretan liar itu hanya berada di satu tempat saja. Astaga, ternyata
yang saya saksikan lebih mengerikan, coretan-coretan itu ternyata ada di semua
sudut Kota Kupang, lebih mengerikan lagi bukan hanya coretan-coretan saja,
tempelan-tempelan mulai dari ukuran kecil sampai besar, nampak pula spanduk dan
baliho milik partai politik, pemerintah maupun swasta melengkapi semrawutnya
pemandangan sepanjang jalan Kota Kupang. Saya pun teringat pada satu kasus yang
terjadi di Jepang, yaitu adanya “kreatifitas” membuat graffiti pada dua buah
batu di Gunung Fuji yang dilakukan oleh seorang Warga Negara Indonesia. Masalah
tersebut menjadi perhatian serius Pemerintah Jepang, terbukti dengan adanya protes
atas perbuatan itu. Bahkan Pemerintah Jepang dengan tegas, memerintahkan
pengelola untuk menghapus coretan
tersebut tanpa merusak batu.
Masyarakat vandal, mungkin kata ini menjadi sebuah
representasi dalam mengungkapkan kritik saya terhadap keadaan di kota ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil
karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya); kata Vandal muncul sebagai sebutan terhadap
bangsa yang mempunyai kebiasaan merusak pada zaman romawi kuno. Muncul
sebuah pertanyaan, apakah vandalisme ini menjadi suatu hal yang lumrah atau
bahkan menjadi sebuah budaya di sini?. Pertanyaan ini muncul, mengingat begitu
brutal dan banyaknya hasil perbuatan vandal
ini.
Vandalisme
ini menjadi kontradiktif dengan program pemerintah yang salah satunya adalah
peningkatan sektor pariwisata, yang mana dalam sektor pariwisata, tentu yang
menjadi unggulan adalah keindahan bukan kesemrawutan. Maka dari itu, Pemerintah
dengan instrumennya harus mampu menghentikan dan membenahi kesemrawutan yang
terjadi dengan beberapa pendekatan diantaranya :
Pertama,
memberikan papan khusus serba guna di tempat (fasilitas umum) yang dapat
digunakan untuk mencorat-coret, memasang iklan-iklan, menyampaikan
program-progam dan sebagainya, tanpa harus mengganggu keindahan tempat disekitarnya.
Hal ini diharapkan mampu untuk dapat melokalisir adanya coretan ditempat-tempat
yang tidak seharusnya, ataupun pemasangan spanduk/ baliho/iklan di jalan-jalan,
yang dapat mengganggu estetika pemandangan.
Kedua,
pengawasan dan sikap tegas pemerintah sebagai upaya untuk menunjukkan
keseriusan dalam rangka menghilangkan vandalism ini tentu diperlukan. Terhadap oknum yang melakukan perbuatan
vandalisme harus diberikan sanksi tegas, yang dapat memberikan pembelajaran
sekaligus efek jera.
Ketiga,
pemerintah harus mampu menjadi teladan kepada masyarakat dengan menentukan dan menata
secara baik lokasi yang dapat digunakan untuk memasang spanduk atau baliho yang
memuat program kerja, pengumuman, ataupun ucapan-ucapan selamat/ terima kasih
(tidak asal pasang di pohon-pohon atau di sepanjang jalan dengan alasan
strategis dan mudah dibaca.)
Apabila
ketiga langkah ini dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten, maka saya dapat
membayangkan Kota Kupang yang sangat indah, tidak ada lagi coretan-coretan liar
dan tempelan di pohon-pohon, fasilitas umum bersih dan memadai, mungkin wisatawan
pun akan mulai berdatangan, sehingga dapat sedikit menggeliatkan ekonomi
masyarakat.